Efektivitas Waktu Pelaksanaan Terapi Yoga Terhadap Kadar Glukosa Darah Dan Tingkat Stress Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang 2020

Ratika Yuzallia, Ratika Yuzallia

Abstract


 

Ratika Yuzallia, Hema Malini, Esi Afrianti,

Bagian Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan Universitas Andalas, Padang, 25613, Indonesia 

e-mail korespondensi: yuzalliaratika5@gmail.com

terapi yoga diketahui memiliki pengaruh dalam menurunkan tingkat stress dan kontrol glikemik. Namun, masih belum banyak penelitian yang melihat kapan waktu terbaik melakukan yoga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi efektivitas waktu pelaksanaan terapi Yoga terhadap kadar glukosa darah dan tingkat stress pada pasien DM Tipe 2. Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimental dengan desain pre dan posttest kelompok intervensi sesi pagi dan sore. Subyek penelitian terdiri dari masing-masing 22 pasien sebagai kelompok intervensi sesi pagi dan sesi sore. Intervensi dilakukan selama lima hari berturut-turut dengan dilatih oleh instruktur yoga. Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar glukosa darah puasa pada kelompok intervensi sesi pagi berbeda dengan kelompok intervensi sesi sore. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan rerata tingkat stress pada kelompok sesi pagi dan sore sesudah intervensi. Hasil uji Man-Withney diperoleh terapi yoga efektif dalam mengurangi kadar glukosa darah dan tingkat stress pada pasien DM tipe 2, namun lebih signifikan penurunan pada sesi pagi dibanding sore. Terapi yoga direkomendasikan sebagai salah satu penatalaksanaan untuk perawatan promotif pasien DM Tipe 2 dirumah.

 


Keywords


Kata Kunci : Yoga, Kadar gula darah, Tingkat Stress, Diabetes melitus  

Full Text:

PDF

References


Efektivitas Waktu Pelaksanaan Terapi Yoga Terhadap Kadar Glukosa Darah Dan Tingkat Stress Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang 2020

Ratika Yuzallia, Hema Malini, Esi Afrianti,

Bagian Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan Universitas Andalas, Padang, 25613, Indonesia

e-mail korespondensi: yuzalliaratika5@gmail.com

terapi yoga diketahui memiliki pengaruh dalam menurunkan tingkat stress dan kontrol glikemik. Namun, masih belum banyak penelitian yang melihat kapan waktu terbaik melakukan yoga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi efektivitas waktu pelaksanaan terapi Yoga terhadap kadar glukosa darah dan tingkat stress pada pasien DM Tipe 2. Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimental dengan desain pre dan posttest kelompok intervensi sesi pagi dan sore. Subyek penelitian terdiri dari masing-masing 22 pasien sebagai kelompok intervensi sesi pagi dan sesi sore. Intervensi dilakukan selama lima hari berturut-turut dengan dilatih oleh instruktur yoga. Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar glukosa darah puasa pada kelompok intervensi sesi pagi berbeda dengan kelompok intervensi sesi sore. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan rerata tingkat stress pada kelompok sesi pagi dan sore sesudah intervensi. Hasil uji Man-Withney diperoleh terapi yoga efektif dalam mengurangi kadar glukosa darah dan tingkat stress pada pasien DM tipe 2, namun lebih signifikan penurunan pada sesi pagi dibanding sore. Terapi yoga direkomendasikan sebagai salah satu penatalaksanaan untuk perawatan promotif pasien DM Tipe 2 dirumah.

Kata Kunci : Yoga, Kadar gula darah, Tingkat Stress, Diabetes melitus

Nursing Faculty Master Program

Specialized Nursing of Medical Surgery

The Faculty of Nursing Andalas University

Thesis, Oktober 2020

Ratika Yuzallia

The Time Effectiveness of Yoga Therapy on Blood Glucose Levels and Stress Levels in Type 2 Diabetes Mellitus Patients at Puskesmas Lubuk Buaya, Padang City

ABSTRACT

Yoga is one of physical activity management that detected have an effect on reducing stress levels and glycemic control. However, there is not enough research showing the best timebto do yoga. This reasearch is for identify the effectivity of yoga implementation time therapy on blood glucose and stress levels to DM type 2 patient. The methode in this research is experiment with pre and post-test design for intervention category on morning and afternoon sessions. The subject in this research consist to 22 people each every sessions of intervention category. The intervention will be running for 5 days continuosly that trained by Yoga instructor. Result of this research is showing the differences average fasting blood glucose in intervention category morning and afternoon seassions. There is the differences stress levels average in this research for intervention category on morning and afternoon seassion after implementation. Man Whitney test showed Yoga therapy is effective on reducing blood glucose levels and stress levels to DM type 2 patient, but there was more significant reducing on morning seassion than afternoon seassion. Yoga therapy is recommended as one of promotive treatment to DM type 2 patient.

Keywords: Yoga, blood glucose levels, stress levels, diabetes mellitus

PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus merupakan suatu kondisi penyakit kronis yang ditandai dengan hiperglikemia yang bersifat kompleks yang membutuhkan perawatan medis secara terus-menerus dengan pengurangan risiko komplikasi dan resiko multifaktorial di luar kontrol glikemik (American Diabetes Association (ADA), 2014).

Berbagai studi epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi Diabetes Mellitus tipe 2 di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2017 sekitar 425 juta orang di dunia hidup dengan Diabetes Mellitus. Diperkirakan kasus ini akan meningkat pada tahun 2045. International Diabetes Federation tahun 2015 menyatakan penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Asia mencapai 82,7 juta dan diprediksi peningkatan pada tahun 2030 sebesar 190,5 juta dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat di tahun 2040. Di Asia Tenggara lebih dari 10,58 % orang meninggal karena Diabetes Mellitus (International Diabetes Federation, 2017).

International Diabetes Federation, (2015) memprediksi kenaikan jumlah penyandang Diabetes Mellitus tipe 2 tahun 2016 dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Sedangkan International Diabetes Federation (2017) memperkirakan prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia akan meningkat 14,1% ditahun 2045.

Menurut hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ) tahun 2013, prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia sebesar 1,5%. Diabetes Mellitus tipe 2 menempati posisi keempat setelah asma, Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dan degenerative. Prevalensi Diabetes Mellitus Tipe 2 di Sumatera Barat sebesar 1,8 – 2,3 % pada penduduk usia > 15 tahun baik yang belum terdiagnosis dan yang terdiagnosis Diabetes Mellitus Tipe 2. Selain itu hanya dua pertiga saja dari yang terdiagnosis menjalani pengobatan (Kemenkes RI, 2014).

Prevalensi Diabetes Mellitus di Kota Padang selalu meningkat tiap tahunnya dengan jumlah kunjungan 18.973 pada tahun 2017 dari 23 Puskesmas di kota Padang. Adapun angka kejadian kasus Diabetes Mellitus Tipe 2 di peroleh angka kunjungan tertinggi pada tahun 2017 terjadi di wilayah kerja puskesmas Lubuk Buaya yakni 1.567 wanita dan 1.136 pria dan terdiagnosis Diabetes Mellitus Tipe 2 Mellitus tipe 2 berkisar 398 jiwa.

Peningkatan kasus Diabetes Mellitus Tipe 2 di Sumatera Barat diatas, bisa disebabkan karena kebiasaan masyarakat di Sumatera Barat yang terkenal dengan pengkonsumsi makanan yang tinggi karbohidrat, lemak, mengkonsumsi protein hewani dan bersantan yang lebih banyak. Namun jarang mengkonsumsi sayur-sayuran dan kurangnya asupan serat, rendahnya aktifitas fisik serta tidak patuh pada proses pengobatan yang akhirnya akan memperburuk kondisi sakitnya dan kontrol gula darah yang tidak lagi adekuat sehingga menyebabkan kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemia (Kemenkes RI, 2014).

Kondisi hiperglikemia adalah ciri khas pada penyakit diabetes mellitus yang merupakan suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia pada penyakit diabetes mellitus, diakibatkan oleh sel-sel berhenti merespons insulin atau pankreas berhenti memproduksi insulin sepenuhnya (Mooventhan, 2017).

Adanya hiperglikemia ini menyebabkan komplikasi akut metabolik seperti ketoasidosis diabetik (DKA) dan hiperosmolar hiperglikemik nonketotik sindrom (HHNS). Efek jangka panjang dari hiperglikemia menyebabkan komplikasi makrovaskular akut (penyakit arteri koroner, penyakit serebrovaskular, dan penyakit vaskular perifer), komplikasi mikrovaskuler kronis (penyakit ginjal dan mata), dan komplikasi neuropatik (penyakit pada saraf) (Lois, Gena, & Baumle, 2012)(Smeltzer & Bare, 2013).

Untuk mencegah terjadinya komplikasi hiperglikemi perlu adanya penatalaksanaan yang terkontrol (Sesti et al., 2018). Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) (2015), pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di sepakati dalam 4 pilar yakni edukasi, perencanaan makan (diit), latihan jasmani dan obat hipoglikemi (PERKENI, 2015).

Apabila kurangnya penatalaksanaan pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 maka akan menyebabkan kadar glukosa darah tidak terkontrol, selain disebabkan oleh faktor pengelolaan yang kurang efektif, juga dipicu oleh faktor stress serta kurangnya motivasi (Peate & Nair, 2017). Stress merupakan suatu bentuk ketegangan fisik, psikis, emosi, dan mental, yang dialami oleh seseorang sehingga dapat mempengaruhi kegiatan orang tersebut. Stress diklasifikasikan berdasarkan stressor, bisa berupa stressor fisik-biologik, psikologik dan sosial (Pascoe & Bauer, 2015). Stress dan Diabetes Mellitus memiliki hubungan yang sangat erat terutama pada penduduk perkotaan. Tekanan kehidupan dan gaya hidup tidak sehat sangat berpengaruh, ditambah dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat dan berbagai penyakit yang sedang diderita menyebabkan penurunan kondisi seseorang hingga memicu terjadinya stress (Nugroho &Purwanti, 2010).

Kondisi stress akan memicu hipotalamus merangsang kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon-hormon stress yaitu kortisol dan epinefrin (adrenalin) yang berpengaruh secara biokimia terhadap system endokrin, saraf dan imunitas (Naja, Kohandany, Oskouei, & Malek, 2017). Kortisol memiliki efek metabolik berupa menghambat penyerapan dan penggunaan glukosa oleh banyak jaringan (kecuali otak) sehingga kadar glukosa menumpuk didalam darah, merangsang penguraian protein untuk membantu glukoneogenesis dan lipolisis sebagai pengganti glukosa sehingga glukosa dapat digunakan oleh otak. Epinefrin bekerja diotot polos arteriol dan pancreas menghambat produksi insulin dan meningkatkan glukagon (Tsitsi, Charalambous, & Papastavrou, 2017).

Perlu suatu penatalaksanaan intervensi yang bersifat holistik untuk mengelola hiperglikemik dan faktor stress tersebut (Youngwanichsetha, et.al,2014). Salah satu bentuk terapi yang mencakup secara pendekatan holistic mind-body-soul adalah terapi yoga (Gordon, 2013). Pendekatan keperawatan holistik (holistic nursing) meyakini bahwa penyakit yang dialami seseorang bukan saja merupakan masalah fisik yang hanya dapat diselesaikan dengan pemberian obat semata namun melalui jiwa, pikiran dan fisik (mind, body and soul). Ini berlaku untuk holistik dan teori-teori holistik, yang membahas seluruh bagian individu, termasuk pikiran, tubuh dan jiwa, budaya, pendekatan sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, tidak dapat dihindarkan perawatan dari lingkungan sosial lainnya (Mcevoy & Duffy, 2008).

Yoga merupakan metode paling awal dan paling efektif untuk memberikan ketenangan dan pemeliharaan ketenangan pikiran dan yoga menginduksi perubahan biokimia fisiologis (Venugopal, Rathi, & Raghuram, 2017).. Yoga adalah salah satu intervensi holistik, yang mencakup afirmasi positif, asanas (postur fisik), pranayama (bernapas), dan meditasi (dyhana) (Shridhar & Tyagi, 2016). Yoga adalah jenis latihan otot yang lambat dan statis yang dapat dilakukan bahkan oleh pasien yang memiliki mobilitas sendi terbatas, ketidaktahuan fisik yang terkait dengan gaya hidup kelebihan berat badan dan menetap yang seharusnya tidak mau berpartisipasi dalam kegiatan fisik jenis konvensional seperti olahraga aerobic dan latihan jasmani yang berat (Kumar et al., 2016).

Menurut penelitian Ebrahimi, dkk (2017) membandingkan yoga dan olahraga, menyarankan bahwa yoga bisa sama efektif atau bahkan lebih baik daripada latihan fisik dalam ukuran hasil yang berhubungan dengan kesehatan seperti glukosa darah, lipid darah, kortisol saliva dan stress oksidatif dengan manfaat tambahan meningkatkan tindakan subjektif kelelahan, tidur, rasa sakit dan Kualitas Hidup. Salah satu keunggulan yang dapat dibedakan dari penggunaan yoga dibandingkan latihan fisik lainnya adalah tuntutan kardiovaskular yang relatif lebih rendah (Ebrahimi, Nazari, & Foroughi, 2017).

Berdasarkan penelitian Quraini (2017) dengan hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa darah sebesar 92,28 mg/dl pada kelompok intervensi yoga di bandingkan kelompok kontrol yang mengalami penurunan sebesar 34,56 mg/dl. Hal ini menunjukkan penurunan yang signifikan pada kelompok intervensi.

Penelitian Chandratreya (2015) menunjukkan hasil penelitian bahwa yoga menekan tingkat stress yang menunjukkan yoga hatha efektif dalam menurunkan tingkat stress. Hal ini disebabkan dengan menurunkan sekresi glucagon dan meningkatkan respon insulin. Yoga mengakibatkan relaksasi otot, pengembangan dan peningkatan aliran darah ke otot yang dapat meningkatkan sekresi reseptor pada insulin sehingga terjadi peningkatan penyerapan glukosa oleh otot. Penelitian terkait yoga juga dilakukan oleh Schmid et al (2018) menyebutkan bahwa yoga menunjukkan hasil yang terapeutik dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan nyeri kronik dan Diabetes Mellitus tipe 2. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa yoga meningkatkan variasi gejala bersama dengan fungsi fisik, depresi, fungsi neurokognitif, dan kualitas hidup (D'Silva et al., 2012; Froeliger et al., 2012; Patel et al., 2012; Shapiro et al., 2007).

Penelitian Venugopal, et al (2017) menunjukkan bahwa yoga pada pasien Diabetes Melllitus tipe 2 menunjukkan penurunan kadar glukosa darah lebih signifikan dalam glukosa darah puasa, setelah diamati hasil penelitiannya dipengaruhi oleh waktu pelaksanaan saat berlatih yoga sesi sore dan sesi pagi pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Pada sesi sore terdapat penurunan kadar glukosa darah berkisar 21,41 mg/dl dan pada sesi pagi menunjukkan penurunan kadar glukosa darah 24,35 mg/dl.

Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Vijayakumar, et al (2017) dimana yoga dilakukan pada dua kelompok. Kelompok pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dan kelompok non diabetes. Berdasarkan penelitian terlihat penurunan signifikan pada kelompok pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dibandingkan kelompok non diabetik, dengan penurunan dari 90.48 mg/dl menjadi 90.42 mg/dl pada kelompok non diabetik dan pada kelompok dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 berkisar 135.56 menjadi 131.34.

Dari penjelasan latar belakang diatas, beberapa penelitian menunjukkan efektifitas yoga dalam meningkatkan kontrol glikemik (Gordon, 2013). Namun belum ada penelitian terkait yang menunjukkan adanya dampak dari sesi waktu pelaksanaan terapi yoga antara pagi atau sore hari dan waktu yang paling baik pelaksanaan terapi terhadap kadar glukosa darah dan tingkat stress.

Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat efektivitas waktu pelaksaana terapi yoga antara pelaksanaan pada sesi pagi dan sore hari terhadap kadar glukosa darah dan tingkat stress pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah Quasi experimental dengan pendekatan pre dan post test with two group. Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Kota Padang. Sampel pada penelitian ini adalah 44 orang, 22 responden kelompok intervensi sesi pagi dan 22 responden kelompok intervensi sesi sore. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode Simple Random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan lembar kuesioner tingkat stress DASS 42 dan lembar dokumentasi hasil pemeriksaan kadar gula darah sebelum dan sesudah terapi yoga yang dilakukan secara langsung oleh peneliti.Peneliti kemudian mengukur kadar gula darah dan tingkat stress sebelum diberikan terapi (pre test), lalu instruktur mengajarkan cara melakukan yoga kepada responden, kemudian meminta responden melakukan yoga selama 5 hari secara berturut-turut selama 1 jam didampingi oleh instruktur dan peneliti. Kelompok intervensi sesi pagi dan kelompok intervensi sesi sore sama-sama mendapatkan terapi yoga, mengatur pola makan dan istirahat yang cukup. Pengukuran gula darah puasa post test dilakukan setiap hari (hari ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5) setelah 15 menit melakukan terapi yoga, sedangkan pengukuran tingkat stress post test dilakukan hari ke-5 setelah 1 jam melakukan terapi yoga. Langkah selanjutnya peneliti melakukan analisa data terhadap hasil pemeriksaan gula darah dan tingkat stress sebelum dan sesudah melakukan terapi yoga dan membandingkan antara kelompok intervensi sesi pagi dan kelompok intervensi sesi sore.

HASIL

Tabel 1. Karakteristik Responden

Karakteristik Responden Kelompok Intervensi

Pagi

(n=22) Sore

(n=22)

n % n %

Usia

Umur 18 – 25 tahun 4 18,2 3 13,6

Umur 26 – 35 tahun 8 36,4 12 54,4

Umur 36 – 45 tahun

45,5 7 31,8

Jenis Kelamin

Peremuan 17 77,3 18 81,8

Laki-laki

22,7 4 18,2

Pendidikan

Rendah 6 27,3 10 45,5

Tinggi

72,7 12 54,5

Pekerjaan

Tidak Bekerja 8 36,4 10 45,5

Bekerja 14 63,6 12 54,5

hasil penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa gambaran karakteristik responden berdasarkan umur pada kelompok intervensi sesi pagi mayoritas responden lebih dari separuh berumur 36 – 45 tahun dan pada kelompok sore lebih dari separuh berumur 26 – 35 tahun. Berdasarkan jenis kelamin pada kelompok intervensi sesi pagi dan sesi sore lebih dari separuh berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan pendidikan pada kelompok intervensi sesi pagi dan sesi sore lebih dari separuh memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Berdasarkan pekerjaan pada kelompok intervensi sesi pagi dan sesi sore lebih dari separuh memiliki pekerjaan.

Tabel.2 Perbedaan Rerata Kadar glukosa darah puasa dan tingkat stress sebelum dan sesudah intervensi terapi yoga pada kelompok sesi pagi dan sesi sore pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang (n=44)

Variabel Kelompok

Intervensi sesi pagi

(n=22) Intervensi Sesi Sore

(n=22)

Mean SD Mean SD

Kadar Glukosa Darah Puasa

Pre Test

Post Test

,14

,91

,80

83

,68

,92

,58

,98

Tingkat Stress

Pre Test

Post Test

,36

,95

,170

,784

,95

,23

,340

,266

Berdasarkan tabel 2 diatas didapatkan bahwa dari 22 responden rerata kadar glukosa darah sebelum intervensi terapi yoga pada kelompok pagi adalah 255,14 mg/dl dengan standar deviasi 25,800 dan rerata kadar glukosa darah sesudah intervensi terapi yoga pada kelompok sesi pagi adalah 112,91 mg/dl dengan standar deviasi 24,58. Sedangkan dari 22 responden kelompok intervensi seso sore didapatkan rerata kadar glukosa darah sebelum intervensi terapi yoga adalah 246,68 mg/dl dengan standar deviasi 22,834 dan rerata kadar glukosa darah sesudah intervensi terapi yoga pada kelompok sore adalah 139,95 mg/dl dengan standar deviasi 28,984.

Rerata tingkat stress sebelum intervensi terapi yoga pada kelompok pagi adalah 20,36 dengan standar deviasi 3.170 dan rerata tingkat stress sesudah intervensi terapi yoga pada kelompok pagi adalah 12,32 dengan standar deviasi 2,784. Sedangkan dari 22 responden didapatkan rerata tingkat stress sebelum intervensi terapi yoga pada kelompok sore adalah 20,95 dengan standar deviasi 2,340 dan rerata tingkat stress sesudah intervensi terapi yoga pada kelompok sore adalah 16,23 dengan standar deviasi 2,266.

Tabel 3. Efektivitas waktu pelaksanaan terapi yoga terhadap kadar glukosa darah puasa Pasien DM Tipe 2 Di Kota Padang

Kadar Glukosa Darah Puasa Kelompok Sesi Pagi (n=22) Kelompok Sesi Sore (n=22) P Value

Pre Test

,000

Mean 255,14 248,68

Standar Deviasi 25,80 22,83

Post Test

,000

Mean 112,91 139,95

Standar Deviasi

,58

,98

Berdasarkan table diatas didapatkan nilai p value=0,000 (p < 0,05) pada kelompok pagi dan sore, maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh pelaksanaan terapi yoga terhadap kadar gula darah berdasarkan masing-masing waktu pelaksanaan.

Tabel 4 Efektivitas waktu pelaksanaan terapi yoga terhadap tingkat stress Pasien DM Tipe 2 Di Kota Padang (n=44)

Tingkat Stress Kelompok Sesi Pagi (n=22) Kelompok Sesi Sore (n=22) P Value

Pre Test

,000

Mean 20,36 20,95

Standar Deviasi 3,170 2,340

Post Test

,000

Mean 12,32 12,32

Standar Deviasi 2,784 2,784

Hasil uji statistik didapatkan nilai p value=0,000 (p < 0,05) pada kelompok pagi dan sore, maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh pelaksanaan terapi yoga terhadap tingkat stress berdasarkan masing-masing waktu pelaksanaan.

Tabel 5. Perbedaan kadar glukosa darah dan tingkat stress berdasarkan waktu pelaksanaan terapi yoga pada masing-masing kelompok intervensi

Variabel Kelompok Mean SD P Value

Kadar Glukosa Darah Puasa Intervensi Sesi Pagi

Intervensi sesi sore 112,91

,95 24,58

,98 0,002

Tingkat Stress Intervensi Sesi Pagi

Intervensi sesi sore 12,32

,23 2,784

,266 0,000

Tabel 5 menguraikan tentang rerata selisih antara kadar glukosa darah pre test dan post test dan skor tingkat stress pre test dan post test. Rerata kadar glukosa darah pada kelompok intervensi sesi pagi 112,91 (SD±24,58) dan 139,95 (SD±28,98) pada kelompok sesi sore hari. Hasil uji statistik Independent T-Test diperoleh P value 0,002, dapat diartikan bahwa ada perbedaan kadar glukosa darah puasa antara kelompok sesi pagi dan sesi sore setelah terapi yoga.

PEMBAHASAN

Gambaran Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan dan pendidikan responden. Berdasarkan hasil uji homogenitas dengan statistic deskriptif diketahui bahwa responden antara kelompok intervensi sesi pagi dan kelompok intervensi sesi sore memiliki varians yang sama dimana P value > 0.05, dengan makna bahwa karakteristik kelompok responden tidak memiliki perbedaan atau homogen. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mirza dkk, (2016) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik pada karakteristik responden terkait usia, jenis kelamin dan status pekerjaan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil uji homegenitas ini dapat disimpulkan bahwa variabel terapi yoga, kadar glukosa darah dan tingkat stress tidak dipengaruhi oleh karakteristik responden.

Perbedaan Rerata kadar glukosa darah berdasarkan waktu pelaksanaan terapi yoga pada masing-masing kelompok intervensi

Berdasarkan analisis dari hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat perbedaan rata-rata penurunan kadar glukosa darah antara kelompok perlakuan pada pagi hari (142, 23 mg/dl) dan sore hari (108,74 mg/dl). Terapi yoga yang peneliti lakukan kali ini dengan melibatkan pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan mengikuti setiap sesi selama 5 hari berturut-turut selama 1 jam tiap sesinya. Pada 5 hari dengan 5 kali pengukuran post test terjadi penurunan rata-rata kadar glukosa darah pada kelompok intervensi sesi pagi maupun sesi sore. Dimana pada kelompok intervensi sesi pagi pada pengukuran hari ke-1 terjadi penurunan rata-rata dari 255,14 menjadi 212,91, hari ke-2 252,45 menjadi 232,50, hari ke-3 190,89 menjadi 165,17, hari ke-4 160,71 menjadi 118,45 dan hari ke-5 114,89 menjadi 95,89. Sedangkan pada kelompok intervensi sesi sore pada pengukuran hari ke-1 terjadi penurunan rata-rata dari 248,68 menjadi 239,92, hari ke-2 245,75 menjadi 230,65, hari ke-3 198,75 menjadi 186,65, hari ke-4 175,89 menjadi 145,65 dan hari ke-5 155,75 menjadi 106,88. Jika dilihat dari semua pengukuran pada kedua kelompok, maka kelompok intervensi sesi pagi terdapat perubahan yang lebih signifikan dari pada kelompok intervensi sesi sore.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mirza, (2019) terdapat penurunan kadar glukosa darah pada kelompok intervensi setelah melakukan terapi yoga, dengan rata-rata penurunan kadar glukosa darah post test menjadi 196,17 sedangkan hasil pengukuran pada kelompok kontrol terdapat rata-rata kadar glukosa darah post test menjadi 240,58. Mirza, dkk (2019) menyimpulkan adanya perbedaan rata-rata nilai kadar glukosa darah setelah melakukan terapi yoga dibandingkan dengan kelompok control tanpa terpai yoga.

Pelaksanaan terapi yoga ini diberikan secara langsung oleh instruktur yang telah tersertifikasi Yoga Alliance. Dengan memberikan penjelasan teori terlebih dahulu pada pertemuan pertama, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan terapi selama 5 hari berturut-turut pada tiap-tiap kelompok. Pada hasil penelitian dengan 5 kali pengukuran yang kemudian di reratakan terlihat signifikan penurunan kadar glukosa darah, baik kelompok dengan waktu pelaksanaan sesi pagi maupun kelompok sesi sore namun terdapat perbedaan rerata yakni dengan perbedaan yang signifikan sebesar 0.002. Jika dilihat dari semua pengukuran pada kedua kelompok, maka kelompok waktu pelaksanaan pagi hari terdapat perubahan yang lebih signifikan dibandingkan kelompok dengan waktu pelaksanaan sore hari.

Penelitian Ery Prastika (2016) mendapatkan rerata penurunan kadar gula darah sebelum dan sesudah senam yoga adalah 12,46 mg/dl dengan nilai P value =0,048(p<0,05). Berdasarkan penelitian Quraini (2017) dengan hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa darah sebesar 92,28 mg/dl pada kelompok intervensi yoga di bandingkan kelompok kontrol yang mengalami penurunan sebesar 34,56 mg/dl. Hal ini menunjukkan penurunan yang signifikan pada kelompok intervensi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas yaitu pada penelitian ini membandingkan antara kelompok intervensi pada pagi dan sore hari sedangkan pada penelitian Quraini membandingkan antara kelompok intervensi dan kontrol.

Hasil penelitian Mirza (2019) dan Quraini (2017) ini mendukung hasil penelitian peneliti yang menunjukkan bahwa adanya penurunan kadar glukosa darah setelah melakukan terapi yoga. Terapi yoga ini mampu memberikan ketenangan pikiran, menjaga kebugaran tubuh dan menghilangkan stress sehingga dapat menyeimbangkan kadar glukosa didalam darah. Hal ini dikarenakan, dalam melakukan terapi yoga kita akan menggabungkan dan menyatukan pikiran dan tubuh kedalam satu kesatuan yang saling melekat dan seimbang (Thind et al., 2017).

Selain itu, menurut analisis peneliti, perubahan kadar glukosa darah puasa yang terjadi pada kelompok intervensi sesi pagi signifikan dan sesi sore juga dipengaruhi karena usia pasien. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yazdanpanah et al (2018), dimana usia rata rata pasien yang mengalami diabetes 53.52. Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zukic et al., (2015), rata-rata usia responden dalam penelitian ini adalah 60.15. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang yang berusia di atas 60 tahun dapat berpengaruh pada pengontrolan glikemik karena faktor yang terkait dengan perubahan fisik yang terjadi dengan usia lanjut (Guo et al., 2010). Hal ini sejalan dengan penelitian Wulandari, dkk (2018) menyimpulkan bahwa ada pengaruh usia terhaap kadar gula darah dimana setiap peningkatan 1 skor usia akan meningkatkan sebesar 0,831 skor Glukosa darah (p<0,005, 95%CI). Hal ini disebabkan oleh semakin meningkat usia , perubahan fisik dan penurunan fungsi tubuh akan mempengaruhi konsumsi dan penyerapan zat gizi sehingga akan memicu timbulnya penyakit degenerative termasuk diabetes mellitus tipe 2.

Terapi yoga merupakan latihan fisik yang menyebabkan penurunan kadar glukosa darah. Secara umum, gangguan metabolik yang dialami pasien diabetes mellitus tipe 2 memerlukan terapi komplementer untuk mengatasi masalah gangguan metabolik pada diabetes mellitus tipe 2. Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa ada perubahan kadar glukosa darah setelah melakukan terapi yoga, hal ini disebabkan karena adanya penggunaan energy yang dibakar oleh sel yang menggunakan glukosa darah dengan menggunakan katalisator insulin. Seseorang yang melakukan aktifitas olahraga akan memberikan efek katalis pada insulin sehingga glukosa darah dalam tubuh mudah dibakar oleh sel (Anderson & Moore, 2017).

Latihan fisik pada penderita diabetes mellitus dapat menyebabkan peningkatan penggunaan glukosa darah oleh otot yang aktif sehingga latihan fisik secara langsung dapat menyebabkan penurunan kadar lemak tubuh , mengontrol kadar glukosa darah, memperbaiki sensitivitas insulin serta menurunkan stress. Kurangnya latihan fisik atau olahraga juga merupakan faktor terjadinya diabetes mellitus tipe 2 (Depkes, 2013). Latihan untuk pasien DM Tipe 2 setidaknya dilakukan minimal 2 kali seminggu dengan jarak antar latihan tidak lebih dari 2 hari yang berturut-turut karena efek latihan hanya bersifat sementara dalam memperbaiki kerja insulin. Lebih dari rekomendasi bagi orang dewasa untuk melakukan latihan sebanyak 5 sesi dalam seminggu (Kurniawan, dkk. 2016).

Terapi yoga termasuk dalam latihan fisik, dalam penelitian ini dilakukan selama 5 hari berturut-turut dengan waktu pelaksanaan konsisten pada tiap kelompok yakni kelompok intervensi pagi hari dan kelompok intervensi sore hari. Hal ini digunakan untuk melihat apakah ada pengaruh waktu pelaksanaan terhadap keefektifan terapi yoga terhadap kadar glukosa darah.

Menurut penelitian Andriana (2019), menjelaskan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan mulai sore hingga malam hari apabila dengan intensitas yang berat/tinggi dapat menyebabkan overtraining. Sehingga waktu yang tepat untuk untuk melakukan aktivitas olahraga adalah pada pagi hari karena pagi hari manusia melalui fase Ergotropic dan selanjutnya pada malam hari manusia melakukan pemulihan sebab pada waktu tersebut manusia mengalami fase trophotropic. Sedangkan Pelaksanaan yoga pada sore hari akan mengalami peningkatan suhu tubuh dan ketegangan otot. Suhu tubuh akan meningkat sepanjang hari sehingga kekuatan otot dan daya tahan otot memuncak disore hari. Tubuh yang tidak rileks akan menyebabkan otot kaku, tidak efisien dan rentan terjadinya kram otot, sedangkan suhu tubuh yang yang tenang akan menyebabkan otot lebih fleksibel (Shridhar & Tyagi, 2016).

Selain itu, kegiatan terapi yang dilakukan pada sore hari akan menyebabkan pergeseran pada ritme sirkadian (jam biologis) tubuh. Ritme sirkadian yang terganggu mengakibatkan respon fisiologis pada tubuh individu ikut terganggu. Salah satu perubahan yang menonjol adalah perubahan pada sistem saraf simpatis yang terstimulasi akibat adanya aktivitas fisik (Sreedevi, Gopalakrishnan, & Ramaiyer, 2017).

Aktivasi sistem saraf simpatis akan menyebabkan pelepasan glukosa di hati dan menyebabkan resistensi insulin di otot dengan mempengaruhi metabolisme lipid dan glukosa, melalui faktor sirkulasi serta persarafan saraf hati, pankreas, otot rangka dan jaringan adiposa putih. Adrenal epinefrin yang dilepaskan selama aktivasi simpatis memicu peningkatan produksi kadar glukosa dan kerusakan sekresi insulin, sehingga meningkatkan resistensi insulin.

Yoga bisa jadi menambah dampak penurunan kadar kortisol karena dengan terapi yoga menyebabkan otot - otot untuk menyerap kelebihan glukosa dalam darah. Yoga membantu pankreas dan hati untuk berfungsi secara efektif, dengan mekanisme mengatur kadar gula darah. Gerakan-gerakan yoga yang dilakukan adalah gerakan- gerakan yoga yang bertujuan untuk merangsang fungsi kerja pankreas. Fungsi gerakan-gerakan tersebut akan meningkatkan aliran darah ke pankreas, meremajakan sel-sel organ dan meningkatkan kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin (Widya, 2015).

Dengan demikian, penurunan kadar glukosa yang signifikan terlihat pada individu yang melakukan terapi yoga di sesi pagi hari dibandingkan individu yang berlatih yoga di sesi sore dapat dikaitkan dengan banyak faktor terutama kadar kortisol. Berdasarkan penelitian tahun 2018 dalam International Journal of Obesity, menyebutkan bahwa aktivitas fisik baik pada pagi hari terutama dalam menyeimbangkan hormone kortisol. Kortisol menunjukkan mengalami peningkatan dipagi hari dan penurunan pada malam hari, oleh sebab itu ketika melakukan yoga pada pagi hari kortisol akan dimanfaatkan oleh tubuh karena masih dalam jumlah yang meningkat, sehingga kondisi hormone kortisol menunjukkan kondisi hormone tubuh yang fluktuatif, sehingga menyebabkan penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Dapat disimpulkan melakukan terapi yoga pagi hari memicu kenaikan hormone kortisol yang akan menyebabkan pengontrolan kadar glukosa darah dibandingkan terapi yoga yang dilaksanakan sore hari (Potter, Stockert,. Perry, 2017).

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan antara kedua kelompok berdasarkan waktu pelaksanaan, rerata selisih penurunan kadar glukosa darah puasa kelompok sesi pagi 142,23 mg/dl sedangkan rerata selisih penurunan kadar glukosa darah puasa kelompok sesi sore 106,73 sehingga perbandingan selisih rerata penurunan kadar glukosa darah puasa kelompok sesi pagi dan sore adalah 35,5 mg/dl.

Berdasarkan asumsi hasil penelitian oleh peneliti diatas, hasil penelitian didukung penelitian Vijayakumar, et al, (2017) yang menyebutkan bahwa adanya pengaruh waktu pelaksanaan terapi yoga terhadap hasil penelitian. Namun temuan hasil yang didapatan berbeda yakni lebih signifikan penurunan kadar glukosa darah pada sesi sore dibandingkan pagi, hal ini karena karakteristik responden yang berbeda dan usia yang berbeda. Vijayakumar menyebutkan bahwa kelompok inetrvensi terdiri dari penderita non diabetes dan diabetes yang punya pekerjaan sehingga meningkatkan stress untuk bangun pagi hari dan mengganggu ritme sirkadian respondennya.

Hal ini berbeda dengan temuan peneliti yang lebih signifikan penurunan kadar glukosa darah pada pagi hari, sehingga lebih rileks untuk melaksanakan olahraga pada pagi hari sedangkan pada sore hari responden harus meluangkan waktu setelah beraktivitas seharian baik pekerjaan rumah ataupun pekerjaan formal. Sehingga mengikuti terapi yoga pada sore hari untuk mengikuti penelitian harus meluangkan waktu untuk latihan dari sela-sela kegiatan sehari-hari. Keadaan pikiran yang rileks adalah kesempatan yang sangat baik untuk bermeditasi. Latihan yoga di pagi hari akan membuat tubuh tetap seimbang karena saat pagi otot dan sendi terasa kaku. Juga produksi keringat di pagi hari termasuk rendah sehingga tubuh akan terhindar dari dehidrasi (Ponte et al., 2019).

Perbedaan Rata-Rata Tingkat Stress berdasarkan waktu pelaksanaan terapi yoga pada masing-masing kelompok intervensi

Hasil analisis penelitian ini menunjukkan perbedaan tingkat stress responden pada kedua kelompok intervensi. Perbedaan ini dapat terlihat pada masing-masing tingkat stress tiap kelompok responden. Sebelum mengikuti terapi yoga rerata tingkat stress sebelum intervensi terapi yoga pada kelompok pagi yaitu berkisar antara 18,96 – 21,77 (tingkat strees sedang) dan rerata tingkat stress sesudah intervensi terapi yoga pada kelompok pagi adalah 12,32 (tingkat stress ringan). Sedangkan rerata tingkat stress sebelum intervensi terapi yoga pada kelompok sore yaitu berkisar antara 19,92 – 21,99 (tingkat stress sedang) dan rerata tingkat stress sesudah intervensi terapi yoga pada kelompok sore adalah 16,23 (tingkat stress sedang). Sehingga disimpulkan tingkat stress bahwa secara signifikan penurunan tingkat stress terjadi pada kedua kelompok dengan P value 0.000.

Hasil analisis penelitian ini dapat diartikan bahwa responden mengalami penurunan nilai skor tingkat stress pada kelompok intervensi sesi pagi hari sedangkan kelompok sesi sore mengalami penurunan namun masih tetap skala sedang. Berdasarkan hasil analisis peneliti kelompok intervensi sesi pagi dan sesi sore sama-sama mengalami penurunan nilai skor tingkat stress namun lebih signifikan pada kelompok sesi pagi. Hal ini disebabkan karena penekanan utama dalam terapi yoga adalah relaksasi, kontrol napas rutin dan pemeliharaan postur tubuh statis tertentu. Yoga merupakan senam atau olahraga yang menyeluruh atau holistik. Pada saat yoga, maka akan terjadi penekanan hormone stress. Respon stress diatur oleh system saraf pusat yang diatur oleh hipotalamus (Pascoe & Bauer, 2015).

Hasil analisis peneliti, adanya pengaruh tingkat stress terhadap kadar glukosa darah, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari,dkk (2018) bahwa setiap peningkatan 1 skor tingkat stress maka akan meningkatkan kadar glukosa darah sebesar 1,636. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Trisnawati (2013) bahwa stress merupakan salah satu factor resiko dari kejadian DM Tipe 2. Adanya peningkatan resiko DM Tipe 2 pada kondisi stress disebabkan oleh produksi hormone kortisol secara berlebihan saat seseorang mengalami stress.

Menurut penelitian Alfarisi, (2016) menunjukkan adanya penurunan signifikan terhadap tingkat stress setelah terapi yoga dengan P value 0,000 (P value < 0,05). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Menurut asumsi peneliti bahwa dengan terapi yoga akan menjadi tenang atau rileks serta pernafasan memicu kelenjar adrenal diginjal akan menurunkan hormone adrenalin, hormone adrenalin merupakan hormone yang dihasilkan kelenjar adrenal dibagian ginjal atau disebut hormone hemodinamika. Adrenal bisa diproduksi saat orang kelelahan, ketakutan dan stress, hal ini memicu peningkatan hemodinamika seperti pernafasan dan tekanan darah. Apabila dilakukan terapi yoga maka akan menekan kelenjar adrenal akibat adanya relakasi, gerakan otot dan latihan nafas serta tubuh akan terasa rileks. Saat tubuh rileks, sistem saraf simpatis akan memberi pesan melalui neurotransmitter yang akan langsung disampaikan keotak dan otak akan memicu kelenjar pituitary yang berada dibawahnya untuk meningkatkan produksi hormone endorphin yang berfungsi sebagai penurun stress alami (Puspita, 2015).

Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa terapi yoga yang dilakukan pada pagi dan sore hari sama-sama berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah dan tingkat stress, namun yang paling signifikan penurunannya yaitu pada waktu pagi hari, sehingga disimpulkan sebaiknya pelaksanaan intervensi yoga dalam upaya penurunan glukosa darah sebaiknya dilakukan pagi hari. Menurut Francis & Beemer (2019) latihan yoga sebaiknya dilakukan pada pagi hari, sebelum sarapan pagi atau saat kondisi perut kosong. Waktu untuk melaksanakan yoga pada pagi hari lebih baik, hal ini disebabkan karena untuk melakukan yoga butuh fokus dan fleksibilitas, serta saat tubuh dalam kondisi rileks. Sedangkan untuk pelaksanaan terapi yoga pada sore hari tak kalah bermanfaat, hanya saja pada sore hari suhu tubuh mencapai puncaknya sehingga mengurangi rileksasi untuk melakukan terapi yoga.

Untuk hasil yang optimal, pemilihan waktu yang tepat sangat berpengaruh terhadap hasilnya diinginkan. Menurut para pakar yoga tradisional, lebih baik melakukan terapi yoga pada waktu yang sama setiap harinya dan saat tubuh dalam kondisi yang mampu untuk fokus melakukan terapi yoga (Gordon,2016). Menurut hasil penelitian peneliti, dengan karakteristik responden peneliti yang memiliki kebiasaan bangun pagi hari sehingga lebih mendukung untuk pelaksanaan yoga pada pagi hari karena lebih mampu focus dan mencapai perasaan rileks lebih optimal. Selain itu, melakukan yoga pada pagi hari saat tubuh belum beraktivitas, sehingga yoga dapat dilakukan lebih bugar dan santai (Erdemir, I, 2013).

Menurut salah satu penelitian yang dilakukan oleh Yoga Biomedical Trust di London tahun 2013, 94 % peserta survey yang rutin melakukan yoga dipagi hari dapat dengan mengontrol kecemasan dan tingkat stress mereka. Hal ini disebabkan oleh sifat yoga yang memodulasi sistem respon-stress tubuh dengna mengurangi variabilitas detak jantung sehingga melakukan yoga secara teratur dapat menenangkan tubuh dan pikiran (Prastiawan P, 2017). Pagi hari merupakan waktu yang tepat menciptakan pikiran yang tenang. Berlatih yoga mengajarkan anda untuk mengendalikan pikiran agar focus pada pranayama’s (pernafasan) guna untuk menstabilkan emosi . latihan yoga dapat meningkatkan kesadaran seseorang terhadap tubuhnya atau sering disebut proses embodiment (Streeter, 2010).

Dari analisis peneliti untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, maka perlu secara konsisten untuk melaksanakan terapi yoga pagi hari saja dengan waktu selama 5 atau 6 hari dalam seminggu sehingga akan efektif mencapai hasil yang diinginkan. Menurut peneliti ada perbedaan nilai rata-rata tingkat stress yang diperoleh pada kedua kelompok karena waktu perlakuan yang diberikan berbeda pada kedua kelompok, dimana pada kelompok intervensi dilakukan pada pagi hari sedangkan pada kelompok intervensi sesi sore dilakukan pada sore hari. Terapi yoga pada pagi hari akan memperbaiki metabolisme tubuh sedangkan sore hari melatih stamina dan ketahanan tubuh. Peneliti menemukan perbedaan tersebut disebabkan oleh jam ritme sirkadian tubuh, yakni suatu proses yang alami terjadi didalam tubuh guna mengatur jam-jam biologis tubuh. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Windo, dkk (2015), terapi yoga dipagi hari akan dilakukan lebih optimal akibat pelaksanaan dalam kondisi focus sehingga lebih merangsang sel otot agar lebih mampu memetabolisme kadar glukosa darah dan menurunkan tingkat stress.

Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi yoga sama-sama memiliki efek yang baik terhadap masing-masing kelompok baik kelompok sesi pagi ataupun kelompok sesi sore. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan terapi yoga selama 5 hari berturut-turut masing-masing kelompok intervensi agar dapat menemukan hasil yang efektif sesuai dengan waktu pelaksaan pada penelitian yang dilakukan sebelumnya.

Menurut analisa peneliti, antara stress dan peningkatan gula darah sangat berkaitan sehingga diperlukan terapi yoga dimana bertujuan untuk memberikan rileksasi sehingga menenangkan pikiran, maka hal ini juga akan berpengaruh terhadap penurunan glukosa darah, hal ini terlihat dari hasil penelitian bahwa penurunan kadar glukosa darah puasa sejalan dengan penurunan tingkat stress setelah diberikan intevensi yoga.

KESIMPULAN

Yoga efektif menurunkan kadar gula darah dan tingkat stress pada pasien DM Tipe 2. Terdapat perbedaan rerata penurunan kadar gula darah dan tingkat stress pada pasien DM Tipe 2 pada kelompok intervensi sesi pagi dan sesi sore dan diperoleh bahwa rerata penurunan pada waktu pelaksanaan sesi pagi yang lebih efektif terlihat daripada kelompok sesi sore

UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Unand yang telah memberikan dukungan moril dan materil pada peneliti sehingga penelitian dapat selesai tepat pada waktunya. Terima kasih juga untuk semua pasien penderita penyakit DM Tipe 2 atas partispasi dan kerjasamanya..

REFERENSI

ADA. (2012). Nutrition Therapy For Diabetes. (G. J. Pastors & M. Z. Franz, Eds.) (Second). United States Of America: American Diabetes Association.

Alfarisi, R. (2016). Hubungan Frekuensi Olahraga Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Rumah Sakit Natar Medika Provinsi Lampung Tahun 2016, 3(4), 171–178

Anderson, N. T., & Moore, E. P. (2017). A Clinical Practice Lifestyle Intervention For Type 2 Diabetes. Tjnp: The Journal For Nurse Practitioners, 13(1), E35–E38. Https://Doi.Org/10.1016/J.Nurpra.2016.07.021

American Diabetes Association (Ada). (2014). Standards Of Medical Care In Diabetes 2014. Care.Diabetisjournals.Org, 37, 67. Https://Doi.Org/10.2337/Dc14-S014

Balkerma, K., Claytor, K. L., Clevenger, K., Conn, K., Conner, S., & Feisner, I. K. (2012). Lippincott’s Review For Medical-Surgical Nursing Certification. Lippincott Williams & Wilkins. Https://Doi.Org/10.1017/Cbo9781107415324.004

Chimkode, S. M., Kumaran, S. D., Kanhere, V. V, & Shivanna, R. (2015). Effect Of Yoga On Blood Glucose Levels In Patients With Type 2 Diabetes Mellitus, 2–4. Https://Doi.Org/10.7860/Jcdr/2015/12666.5744

Cho, Nam Han., Kirigia, J. M. J. C. (2017). Idf Diabetes Atlas Eighth Edition 2017.

Cramer, H., Lauche, R., Haller, H., Steckhan, N., Michalsen, A., & Dobos, G. (2014). Effects Of Yoga On Cardiovascular Disease Risk Factors : A Systematic Review And Meta-Analysis. International Journal Of Cardiology, 173(2), 170–183. Https://Doi.Org/10.1016/J.Ijcard.2014.02.017

Ebrahimi, M., Nazari, T., & Foroughi, A. (2017). Effect Of Yoga And Aerobics Exercise On Sleep Quality In Women With Type 2 Diabetes : A Randomized Controlled Trial. Sleep Science, 10(2), 68–72. Https://Doi.Org/10.5935/1984-0063.20170012

Erdemir,I,. (2013). The Comparison Of Blood Parametesr Between Morning And Evening Exercise. Journal Bio.

Fellrath, D. (2004). The Seven Spiritual Laws Of Yoga: A Practical Guide To Healing Body, Mind, And Spirit (Book). Library Journal (Vol. 129).

Field, T. (2016). Complementary Therapies In Clinical Practice Yoga Research Review. Complementary Therapies In Clinical Practice, 24, 145–161. Https://Doi.Org/10.1016/J.Ctcp.2016.06.005

Francis, A. L., & Beemer, R. C. (2019). Complementary Therapies In Medicine How Does Yoga Reduce Stress ? Embodied Cognition And Emotion Highlight The In Fl Uence Of The Musculoskeletal System. Complementary Therapies In Medicine, 43(January), 170–175. Https://Doi.Org/10.1016/J.Ctim.2019.01.024

Gordon, T. (2013). Theorizing Yoga As A Mindfulness Skill. Procedia - Social And Behavioral Sciences, 84, 1224–1227. Https://Doi.Org/10.1016/J.Sbspro.2013.06.733

Imawati,Intan. (2017). Pengaruh Latihan Senam Yoga Terhadap Kadar Glukosa Darah Dan Kolesterol Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Jendela Olahraga Journal (Volume 2)

International Diabetes Federation. (2015). Definition And Diagnosis Of Diabetes Mellitus And Untermediate Hyperglicemia.

International Diabetes Federation. (2017). Diabetes Voice, 64(3).

Jain, S. C., Uppal, A., Bhatnagar, S. O. D., & Talukdar, B. (1993). A Study Of Response Pattern Of Non-Insulin Dependent Diabetics To Yoga Therapy, 19, 69–74.

Jayawardena, R., Ranasinghe, P., Chathuranga, T., Atapattu, P. M., & Misra, A. (2018). The Benefits Of Yoga Practice Compared To Physical Exercise In The Management Of Type 2 Diabetes Mellitus: A Systematic Review And Meta-Analysis. Diabetes And Metabolic Syndrome: Clinical Research And Reviews. Https://Doi.Org/10.1016/J.Dsx.2018.04.008

Kemenkes Ri. (2014). Situasi Dan Analisis Diabetes. Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan Ri. Https://Doi.Org/24427659

Kumar, V., Jagannathan, A., Philip, M., Thulasi, A., Angadi, P., & Raghuram, N. (2016). Role Of Yoga For Patients With Type Ii Diabetes Mellitus: A Systematic Review And Meta-Analysis. Complementary Therapies In Medicine. Https://Doi.Org/10.1016/J.Ctim.2016.02.001

Kusuma, D. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan (Pedoman Melaksanakan Dan Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta Timur: Cv. Trans Info Media.

Lois, W., Gena, D., & Baumle, W. (2012). Medical-Surgical Nursing (3rd Ed.). Canada: Delmar Cencage Learning.

Mcevoy, L., & Duffy, A. (2008). Holistic Practice – A Concept Analysis. Nurse Education In Practice, 8(6), 412–419. Https://Doi.Org/10.1016/J.Nepr.2008.02.002

Alfarisi, R. (2016). Hubungan Frekuensi Olahraga Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Rumah Sakit Natar Medika Provinsi Lampung Tahun 2016, 3(4), 171–178.

Anderson, N. T., & Moore, E. P. (2017). A Clinical Practice Lifestyle Intervention For Type 2 Diabetes. Tjnp: The Journal For Nurse Practitioners, 13(1), E35–E38. Https://Doi.Org/10.1016/J.Nurpra.2016.07.021

Chimkode, S. M., Kumaran, S. D., Kanhere, V. V, & Shivanna, R. (2015). Effect Of Yoga On Blood Glucose Levels In Patients With Type 2 Diabetes Mellitus, 2–4. Https://Doi.Org/10.7860/Jcdr/2015/12666.5744

Francis, A. L., & Beemer, R. C. (2019). Complementary Therapies In Medicine How Does Yoga Reduce Stress ? Embodied Cognition And Emotion Highlight The In Fl Uence Of The Musculoskeletal System. Complementary Therapies In Medicine, 43(January), 170–175. Https://Doi.Org/10.1016/J.Ctim.2019.01.024

Mirza, M. P. P. (2019). Pengaruh Terapi Yoga Terhadap Perubahan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Lansia Di Puskesmas I Kembaran Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto I.

Thind, H., Lantini, R., Balletto, B. L., Donahue, M. L., Salmoirago-Blotcher, E., Bock, B. C., & Scott-Sheldon, L. A. J. (2017). The E Ff Ects Of Yoga Among Adults With Type 2 Diabetes : A Systematic Review And Meta-Analysis. Preventive Medicine, 105(September), 116–126. Https://Doi.Org/10.1016/J.Ypmed.2017.08.017

Mooventhan, A. (2017). Diabetes & Metabolic Syndrome : Clinical Research & Reviews A Narrative Review On Role Of Yoga As An Adjuvant In The Management Of Risk Factor , Disease Progression And The Complications Of Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes & Metabolic Syndrome: Clinical Research & Reviews, (2016), 2–5. Https://Doi.Org/10.1016/J.Dsx.2017.03.013

Naja, T., Kohandany, M., Oskouei, F. H., & Malek, M. (2017). The Effect Of Progressive Muscle Relaxation On Glycated Hemoglobin And Health-Related Quality Of Life In Patients With Type 2 Diabetes Mellitus ☆, 33, 142–148. Https://Doi.Org/10.1016/J.Apnr.2016.11.008

Pascoe, M. C., & Bauer, I. E. (2015). A Systematic Review Of Randomised Control Trials On The Effects Of Yoga On Stress Measures And Mood. Journal Of Psychiatric Research. Https://Doi.Org/10.1016/J.Jpsychires.2015.07.013

Peate, I., & Nair, M. N. (2017). Fundamentals Of Anatomy And Physiology For Nursing And Healthcare Students (Second). John Wiley & Sons.

Perkeni. (2015). Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2015 (P. 93). Jakarta: Pb Perkeni.

Potter, Stockert,. Perry. (2017). Fundamentals Of Nursing - Text And Clinical Companion Package 9th Edition (9th Ed.). Mosby: Elsevier.

Saraswati, S. S. (1995). Asana, Pranayama, Mudra And Bandha-Bihar School Of Yoga. India: Bihar Of School.

Schmid, A. A., Atler, K. E., Malcolm, M. P., Grimm, L. A., Tara, C., Marchant, D. R., … Portz, J. D. (2018). Yoga Improves Quality Of Life And Fall Risk-Factors In A Sample Of People With Chronic Pain And Type 2 Diabetes. Complementary Therapies In Clinical Practice. Https://Doi.Org/10.1016/J.Ctcp.2018.01.003

Sesti, G., Incalzi, R. A., Bonora, E., Consoli, A., Maggi, S., Paolisso, G., … Ferrara, N. (2018). Management Of Diabetes In Older Adults. Nutrition, Metabolism And Cardiovascular Diseases. Https://Doi.Org/10.1016/J.Numecd.2017.11.007.

Shahidi, F., (2012). The Effect Of Maximal Aerobic Exercise In The Mornning And Afternonn On Certain Hematological Factors In Young Athletes. Annal Biological Research.

Shantakumari, N., Sequeira, S., & El, R. (2013). Effects Of A Yoga Intervention On Lipid Profiles Of Diabetes Patients With Dyslipidemia. Indian Heart Journal, 65(2), 127–131. Https://Doi.Org/10.1016/J.Ihj.2013.02.010

Shridhar, D., & Tyagi, P. (2016). Yoga As A Health Promotion Lifestyle Tool. Journal Of Patient Safety & Infection Control, (2015), 1–6. Https://Doi.Org/10.1016/J.Injms.2016.01.001

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Medical Surgical Nursing (10th Ed.). Mosby.

Streeter, C,C, Whitfield, T,H, Et.Al. (2010). Effect Of Yoga Versus Walking On Mood, Anxiety, Brain Gaba Levels: Randomized Control Mbs Study. The Journal Of Alternative And Cpmplementary Medicine. Vol 16. Numb 11:1145-1152

Thind, H., Lantini, R., Balletto, B. L., Donahue, M. L., Salmoirago-Blotcher, E., Bock, B. C., & Scott-Sheldon, L. A. J. (2017). The E Ff Ects Of Yoga Among Adults With Type 2 Diabetes : A Systematic Review And Meta-Analysis. Preventive Medicine, 105(September), 116–126. Https://Doi.Org/10.1016/J.Ypmed.2017.08.017

Tsitsi, T., Charalambous, A., & Papastavrou, E. (2017). European Journal Of Oncology Nursing Effectiveness Of A Relaxation Intervention ( Progressive Muscle Relaxation And Guided Imagery Techniques ) To Reduce Anxiety And Improve Mood Of Parents Of Hospitalized Children With Malignancies : A Randomized Control. European Journal Of Oncology Nursing, 26, 9–18. Https://Doi.Org/10.1016/J.Ejon.2016.10.007

Vayalilkarottu, J. (2018). Holistic Health And Well-Being : A Psycho-Spiritual / Religious And Theological Perspective. Asian Journal Of Psychiatry, 5(4), 347–350. Https://Doi.Org/10.1016/J.Ajp.2012.09.010

Venugopal, V., Rathi, A., & Raghuram, N. (2017). Effect Of Short-Term Yoga-Based Lifestyle Intervention On Plasma Glucose Levels In Individuals With Diabetes And Pre-Diabetes In The Community. Diabetes & Metabolic Syndrome: Clinical Research & Reviews, 3–5. Https://Doi.Org/10.1016/J.Dsx.2017.04.010

Vijayakumar, V., Mooventhan, A., & Raghuram, N. (2017). Influence Of Time Of Yoga Practice And Gender Differences On Blood Glucose Levels In Type 2 Diabetes Mellitus And Normal Healthy Adults. Explore: The Journal Of Science And Healing. Https://Doi.Org/10.1016/J.Explore.2017.11.003

Windo, W.D (2015). Menurunkan Tekanan Darah Pada Lansia Melalui Senam Yoga. Jurnal Olahraga Prestasi, Vol. 11: Pps Uny

Wulandari,D,. Widya,K. (2018). Pengaruh Usia, Stres dan Diet Tinggi Karbohidrat Terhadap Kadar Glukos Darah. Infokes, Vol 8 No.1

Youngwanichsetha, S., Phumdoung, S., & Ingkathawornwong, T. (2014). The Effects Of Mindfulness Eating And Yoga Exercise On Blood Sugar Levels Of Pregnant Women With Gestational Diabetes Mellitus. Applied Nursing Research, 2012–2015. Https://Doi.Org/10.1016/J.Apnr.2014.02.002




DOI: http://dx.doi.org/10.30633/jkms.v12i1.974

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




e-ISSN : 2540-9611
p-ISSN : 2087-8508


Publish by Stikes Syedza Saintika Padang (Jl. Prof. Dr. Hamka No. 228 Air Tawar Timur Padang)

Contact Person :

Ns. Honesty Diana Morika,M.Kep
Editor In Chief
Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
STIKes SYEDZA Saintika Padang

Phone: 082384992512

 

Wiya Elsa Fitri, M.Si

Editor

Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
STIKes SYEDZA Saintika Padang

Phone: 08116609525

Jl. Prof. Dr. Hamka No. 228 Air Tawar Timur Padang - Sumatera Barat


Email: lppmsyedza@gmail.com




Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.


Flag Counter

View My Stats